Rabu, 28 Januari 2009

a resume

PERANAN SEMUT DAN MANAJEMEN PENGELOLAAN NAUNGAN YANG TINGGI TERHADAP POLINASI DAN BERAT BUAH TANAMAN KOPI DI CHIAPAS, MEKSICO


Pembentukan buah pada kebanyakan tanaman bergantung pada tingkat keberhasilan polinasi, baik dengan bantuan angin ataupun hewan. Bawa (1990) in Klein et al. (2003) menduga bahwa 89-99% proses polinasi dari semua spesies tanaman berbunga yang hidup di daerah tropis, dibantu oleh hewan khususnya oleh lebah. Keberadaan hewan sebagai pollinator sangat menguntungkan baik dalam ekosistem alami ataupun ekosistem pertanian, dimana peranan tersebut sangat terkait dengan jumlah populasi dan keragamannya dalam suatu ekosistem. Klein et al. (2003) in Philpott et al. (2006) melaporkan bahwa keragaman dan jumlah populasi pollinator dapat meningkatkan kisaran polinasi dan pembentukan buah atau biji.

Salah satu jenis hewan yang dianggap berperan dalam polinasi tanaman kopi yaitu golongan semut (ant). Semut (ant) oleh sebagian orang tidak dianggap sebagai pollinator karena seringkali membawa pengaruh negatif bagi reproduksi tanaman, yaitu sebagai pencuri nectar, predator bunga, dan terkadang menjadi penyebab menurunnya viabilitas pollen akibat sekresi antibiotik. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang menguntungkan antara tanaman dan semut (ant), baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, semut (ant) berperan sebagai pollinator dan secara tidak langsung, semut (ant) berperan dalam pembatasan predator-predator floral (Philpott et al., 2006).

Keragaman Arthropod yang berperan dalam polinasi (seperti semut dan pollinator lainnya yang mampu terbang) sangat dipengaruhi oleh strategi pengelolaan lokal. Klein et al. (2002) in Philpott et al. (2006) melaporkan bahwa keragaman Arthropod akan menurun seiring dengan meningkatnya intensifikasi pengelolaan agroekosistem kopi arabika (Coffea arabica). Intensifikasi tersebut biasanya berhubungan dengan tingkat penggunaan bahan-bahan kimia dan pupuk yang relatif tinggi, serta pengurangan atau eliminasi total tanaman penaung.

Pada proses produksi benih kopi arabika (Coffea arabica), pollinator dan pengelolaan tanaman penaung sangat penting, baik dalam proses polinasi maupun upaya untuk mendapatkan berat buah dan biji yang optimal. Meningkatnya kisaran polinasi diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan produksi benih, sedangkan berat buah yang optimal diharapkan menghasilkan biji (untuk benih) dengan mutu fisik dan fisiologis yang baik. Berat buah yang lebih tinggi bermanfaat bagi tanaman yaitu pada masa perkecambahan atau pertumbuhan bibit (Ngulube et al., 1997; Eriksson, 1999 in Phipott et al. 2006) atau pada aspek biologi reproduktif yang lain (Schippers et al., 2001 in Phipott et al. 2006)

Selama ini belum ada penelitian yang secara spesifik memisahkan antara pengaruh lebah dan pengaruh pollinator lainnya, misalnya semut (ants), yang dimungkinkan juga mendatangi bunga dan bertindak sebagai pollinator. Oleh karena itu, Philpott et al. (2006) mencoba untuk mengidentifikasi pengaruh semut (anst) sebagai pollinator dan pengaruh macam pengelolaan tanaman penaung terhadap aktivitas dan keragaman pollinator pada ekosistem tersebut, dalam rangka menghasilkan buah kopi yang memiliki berat optimal.

Arah dari pelaksanaan penelitian ini bergantung pada tiga hipotesis yang diajukan, yaitu :

1. Apabila ternyata yang membantu polinasi pada tanaman kopi adalah serangga yang bisa terbang (flying insect), maka pembentukan buah (fruit set) dan berat buah akan meningkat pada tanaman yang dikenakan perlakuan pollinator tersebut, dibandingkan dengan pollinator lainnya diluar jenis tersebut,

2. Apabila semut (ants) baik secara langsung atau tidak langsung memepengaruhi polinasi pada tanaman kopi, berarti pembentukan buah (fruit set) dan berat buah akan lebih tinggi pada tanaman yang dikenakan perlakuan semut (ants) sebagai pollinator, dibandingkan tanaman yang dikenakan perlakuan pollinator selain dari golongan semut,

3. Apabila ternyata pollinator yang beragam lebih menguntungkan bagi polinasi tanaman kopi, maka pembentukan buah (fruit set) dan berat buah akan lebih tinggi ketika keragaman pollinator juga lebih tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Philpott et al. (2006) bertempat di dua lokasi kebun kopi di daerah Soconusco (Chiapas, Meksiko), yaitu Finca Irlanda (15o11’ N, 92o20’ W) dan Finca Hamburgo (15o10’ N dan 92o19’W). Kedua kebun kopi tersebut berada pada ketinggian 1000 hingga 1100 m dpl. Pemilihan dua wilayah kebun tersebut dimaksudkan untuk meneliti respek atau tanggapan tanaman kopi pada masing-masing kebun terhadap polinasi pada dua macam sistem manajemen kopi yang berbeda. Finca Irlanda memiliki manajemen pengelolaan naungan yang tinggi, sebaliknya Finca Hamburgo memiliki manajemen pengelolaan naungan yang rendah. Varietas kopi arabika yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini yaitu varietas Typica.

Pada daerah dimana penelitian ini dilakukan, pembungaan kopi secara sinkronous terjadi pada bulan Februari dan April. Buah dipanen dari bulan September hingga Desember pada tahun yang sama. Peristiwa pembungaan utamanya terjadi pada musim kering yaitu segera setelah musim penghujan berakhir. Peneliti memulai kegiatan penelitiannya sejak tahun 2002. Pada tahun tersebut, pembungaan yang terjadi di daerah tempat penelitian yaitu dari tanggal 10 Maret hingga 25 April. Umumnya, bunga kopi membuka kira-kira selama dua hari, namun apabila bunga tidak dipolinasi, bunga tersebut akan bertahan paling lama lima hari. Normalnya, buah kopi memiliki dua biji tetapi adakalanya hanya satu ovary yang berkembang. Kondisi ini dikenal sebagai peaberry.

Untuk menguji pengaruh dari flying pollinator dan atau semut, yang kemudian pengaruh tersebut dibandingkan dengan kemampuan tanaman untuk menyerbuk sendiri, maka peneliti melakukan kegiatan penelitiannya di dua daerah kebun yang berbeda dalam hal menajemen pengelolaan naungannya. Pada masing-masing kebun dibuat 15 blok ulangan, yang masing-masing terdiri dari tiga tanaman kopi. Tanaman secara acak diberi perlakuan (1) terbuka atau bebas bagi pollinator baik flying pollinator maupun semut (open); (2) terbuka atau bebas hanya bagi flying pollinator (no-ant); dan (3) tanpa flying pollinator maupun semut (bagged).

Satu cabang per tanaman yang terletak 1 meter dari permukaan tanah diberi perlakuan. Adapun teknis pelaksanaan untuk perlakuan no-ant dan bagged diterangkan dibawah ini :

1. Pada perlakuan no-ant dan bagged, semut dieliminasi dengan memasang Tanglefoot disekitar permukaan atau dasar cabang, dan dengan memindahkan vegetasi lainnya yang dapat menjadi jembatan atau akses perpindahan semut pada tanaman kopi yang diperlakukan.

2. Sebagai perlakuan tambahan yaitu pada bagged, kantong dengan lubang 0.5 x 0.5 mm ditempatkan mengelilingi seluruh cabang kopi ketika kuncup bunga masih kecil (~ 1 bulan setelah pembungaan). Kantong hanya boleh dibuka setelah semua bunga jatuh.

Parameter yang diamati, yaitu jumlah kuncup bunga, jumlah buah kopi yang dapat dipanen, berat per buah kopi, dan kalkulasi dari buah yang terbentuk per cabang. Penghitungan jumlah kuncup bunga di Finca Irlanda dilakukan pada Januari 2002 dan di Finca Hamburgo pada bulnan Februari 2002. Pemanenan buah kopi di daerah kebun yang pengelolaan naungannya tinggi dilakukan pada bulan Oktober 2002.

Pengujian statistic terhadap parameter yang diamati yaitu menggunakan ANOVA dua arah, dimana perlakuan dan bagian wilayah pengamatan merupakan factor utama, sedangkan blok sebagai factor pengacakan. Uji pembanding rata-rata perlakuan yang digunakan adalah uji Tukey.

Sebelum masuk pada penelitian yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan pengamatan pendahuluan terkait dengan survey komunitas flying pollinator dan semut di wilayah pengamatan atau penelitian. Pengamatan terhadap tanaman kopi dilakukan mulai jam delapan pagi hingga jam satu siang, dimana tanaman masing-masing diamati selama 10 menit dan kemudian dilakukan pencatatan terhadap morphospesies dari semua flying pollinator yang hinggap di bunga kopi. Pengamatan terhadap pollinator dilakukan masing-masing sebanyak 10 tanaman pada setiap kebun kopi selama periode pembungaan (21 dan 22 Maret 2003). Sedangkan pengamatan terhadap komunitas semut dilakukan selama bulan Juli 2002, dengan menggunakan umpan dari ikan tuna yang berukuran kecil (2 gram) pada setiap tanaman kopi yang digunakan dalam eksperimen ini. Aktivitas semut per spesies dicatat pada masing-masing umpan mengikuti index berikut : (1) 1-2 semut; (2) 3-10 semut; dan (3) >10 semut. Untuk membandingkan jumlah dan keragaman komunitas flying pollinator dan semut pada kedua daerah kebun yang digunakan, peneliti menggunakan estimasi MaoTao (berupa kurva rarefaction yang berbasis sampel).


Pengaruh Tidak Langsung Semut terhadap Polinasi Tanaman Kopi dan Peningkatan Berat Buah Kopi

Pernyataan bahwa semut tidak bertindak langsung sebagai pollinator serupa dengan pendefinisikan bahwa peningkatan berat buah merupakan hasil dari pengaruh interaksi antara semut dan flying pollinator. Pertanyaan yang muncul kemudian yaitu bagaimana semut atau interaksi antara semut dan flying pollinator dapat mempengaruhi berat buah tanpa mempengaruhi pembentukan buah (fruit set). Free 1993 in Philpott et al. (2006) mengemukakan bahwa pada tanaman self-compatible seperti pada tanaman kopi arabika, pembentukan buah (fruit set) seringkali tidak terpengaruh oleh keberadaan pollinator. Faktor yang dimungkinkan berpengaruh terhadap penurunan buah yang dihasilkan yaitu muatan pollen (yang berpengaruh pada ukuran dan jumlah biji per buah) atau kemungkinan dari adanya aborsi biji dan buah yang terjadi pada spesies tanaman self-fertile.

Muatan pollen yang tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan tabung pollen yang lebih cepat, fertilisasi yang terjadi lebih awal, dan periode pemasakan buah yang lebih panjang. Ricketts (2004) in Phipott et al. (2006) melaporkan bahwa penempatan pollen pada bunga kopi ditingkatkan oleh pollinator. Muatan pollen yang lebih tinggi juga memberikan kotribusi bagi tanaman dalam hal keragaman donor dan genetik. Jadi, satu kemungkian yang terjadi yaitu bahwa peningkatan keragaman pollen berpengaruh terhadap kompetisi beberapa pollen, meningkatkan vigor pollen dan akhirnya meningkatkan berat buah dan kualitas secara keseluruhan. Peranan semut dalam hal ini yaitu meningkatkan frekuensi relokasi atau perpindahan pollinator yang kemudian meningkatkan transfer pollen, muatan pollen, dan jumlah donor pollen.

Pengaruh Langsung Semut terhadap Polinasi Tanaman Kopi dan Peningkatan Berat Buah Kopi

Semut (ants) berperan dalam peningkatan berat buah kopi, baik dengan cara menempatkan pollen pada stigma atau melalui pengaruhnya pada beberapa aspek pemasakan buah. Damon (2000) in Philpott et al. (2006) menyatakan bahwa penggerek buah kopi PBKo (Hypothenemus hampei Ferrari) menyerang buah kopi dan secara signifikan menyebabkan penurunan terhadap berat biji kopi. Dengan adanya semut di dalam agroekosistem kebun, maka serangan hama PBKo dapat ditekan karena semut merupakan predator dari hama PBKo tersebut. Dengan demikian, level serangan penggerek buah yang lebih tinggi pada cabang kopi yang diberi perlakuan no-ants (perlakuan yang tidak melibatkan semut) dapat menghasilkan berat buah yang lebih rendah.

Perbedaan Antar Sistem Pengelolaan Naungan

Rata-rata berat buah lebih besar pada kebun yang menerapkan pengelolaan tanaman penaung yang tinggi. Hal ini terkait dengan beberapa faktor. Muschler (2001) in Philpott et al. (2006) menemukan bahwa pada kondisi dimana pengelolaan naungan tinggi, buah kopi dan biji didalamnya secara signifikan lebih berat dibandingkan ketika tanaman kopi ditanam dibawah kondisi cahaya penuh. Berat buah mungkin dipengaruhi oleh faktor polinasi, tetapi juga ada potensi bahwa beberapa perbedaan pada kedua tipe manajemen kebun tersebut juga berpengaruh pada berat buah.

Keberadaan tanaman penaung berpengaruh pada kelembaban dan ketersediaan nutrisi, serta sifat kimia, biologis dan fisik tanah. Selain itu, naungan juga berpengaruh terhadap populasi serangga, tingkat serangan penyakit dan pertumbuhan gulma (Klein et al., 2003). Faktor biotik maupun abiotik tersebut tentunya sangat berpengaruh dalam pembentukan buah kopi, khususnya pada karakter berat buah. Philpott et al. (2006) melaporkan bahwa kebun dengan pengelolaan naungan yang tinggi menunjukkan ketersediaan nutrisi yang lebih baik, sehingga pembatasan terhadap pembentukan biji dan kemasakan buah akibat defisiensi nutrisi dapat ditekan. Sedangkan dilihat dari perbedaan faktor biologis yang muncul akibat perbedaan tipe pengelolaan naungan (seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya), digarisbawahi bahwa keberadaan tanaman penaung dan tingkat pengelolaannya sangat berpengaruh terhadap keragaman dan komposisi spesies pollinator.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar